Bahasa Indonesia
Ketika mendengar kata geofisika, kebanyakan orang langsung membayangkan alat-alat canggih, grafik rumit, hingga data getaran bumi yang hanya bisa dipahami para ilmuwan. Sementara itu, kata bahasa mungkin lebih dekat dengan komunikasi sehari-hari, sastra, atau tata bahasa. Namun, siapa sangka, dua bidang yang terlihat jauh berbeda ini ternyata saling berkaitan erat. Dalam riset geofisika, bahasa bukan hanya sekadar medium penyampaian, tetapi juga instrumen penting yang menghubungkan data, peneliti, dan masyarakat.
Geofisika bekerja dengan data yang kompleks—mulai dari gelombang seismik, medan magnet, hingga pergerakan kerak bumi. Semua itu pada dasarnya “bahasa bumi” yang harus diterjemahkan oleh para peneliti. Nah, di sinilah ilmu bahasa masuk: membantu merumuskan terminologi, menyusun narasi ilmiah, dan mengubah angka serta grafik menjadi cerita yang bisa dipahami. Misalnya, ketika geofisikawan menemukan potensi gempa atau cadangan energi bawah tanah, mereka harus bisa mengomunikasikan temuannya dalam bentuk laporan, publikasi, atau presentasi yang jelas. Tanpa bahasa yang terstruktur, data hanya akan menjadi deretan simbol tanpa makna.
Riset geofisika hampir selalu melibatkan kerja sama lintas negara. Bumi tidak mengenal batas negara, dan begitu pula fenomena geofisikanya. Di sinilah bahasa memainkan peran strategis: sebagai alat komunikasi ilmiah internasional. Publikasi geofisika mayoritas menggunakan bahasa Inggris, tetapi di lapangan, bahasa lokal juga berperan penting agar hasil penelitian bisa diterapkan dengan baik oleh masyarakat. Jadi, seorang geofisikawan idealnya bukan hanya menguasai metode ilmiah, tetapi juga peka terhadap keragaman bahasa yang digunakan oleh para pemangku kepentingan.
Ilmu yang tidak bisa dipahami masyarakat akan kehilangan daya gunanya. Oleh karena itu, bahasa berperan penting dalam menyederhanakan istilah teknis agar informasi geofisika dapat dipahami orang awam. Contohnya, ketika menjelaskan potensi tsunami, peneliti tidak cukup hanya menampilkan grafik gelombang laut. Mereka harus bisa “menerjemahkan” istilah teknis ke dalam bahasa yang lugas dan mudah dipahami oleh masyarakat pesisir. Di titik inilah ilmu bahasa bertemu dengan tanggung jawab sosial seorang ilmuwan.
Pada akhirnya, geofisika memberikan kita pemahaman tentang rahasia bumi, sementara bahasa membantu kita merangkainya menjadi pengetahuan yang bisa dibagikan. Tanpa bahasa, hasil riset geofisika akan berhenti pada laboratorium. Sebaliknya, tanpa geofisika, bahasa kehilangan salah satu cerita besar tentang bagaimana bumi bekerja. Keduanya ibarat dua sisi mata uang: ilmu yang mengamati, dan ilmu yang menyampaikan.