Filsafat Hukum
Kalau dengar kata filsafat, kebanyakan orang langsung terbayang sesuatu yang ruwet, penuh istilah asing, dan bikin kepala pusing. Apalagi ditambah kata hukum, seolah-olah kita akan diajak membaca pasal-pasal dengan kacamata tebal. Padahal, filsafat hukum itu justru seru kalau dipahami dari sudut pandang sederhana: ia mencoba menjawab pertanyaan “kenapa hukum itu ada, dan untuk apa hukum ditegakkan?”
Filsafat hukum bisa dibilang adalah renungan mendalam tentang hukum. Kalau ilmu hukum biasanya bicara soal “apa isi pasalnya”, filsafat hukum melangkah lebih jauh: “apakah hukum itu adil?”, “apakah hukum harus selalu ditaati?”, atau bahkan “dari mana asal muasal hukum?”.
Jadi, kalau hukum itu ibarat tubuh, maka filsafat hukum adalah jiwanya. Ia memberi makna, arah, dan tujuan bagi aturan-aturan yang kita jalani.
Beberapa contoh pertanyaan yang sering dibahas:
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak punya jawaban tunggal. Itulah yang bikin filsafat hukum menarik: ia membuka ruang untuk berpikir kritis.
Tanpa filsafat hukum, kita mungkin hanya akan sibuk membaca undang-undang tanpa pernah bertanya apakah aturan itu benar-benar adil atau bermanfaat. Filsafat hukum membantu kita melihat hukum bukan sekadar aturan, tapi juga nilai.
Misalnya: hukum bisa saja melarang sesuatu, tapi filsafat hukum mengajak kita merenung, “apakah larangan itu benar-benar baik untuk manusia dan masyarakat?”
Filsafat hukum pada akhirnya mengajarkan bahwa hukum tidak hidup dalam ruang hampa. Ia selalu terkait dengan nilai keadilan, moral, budaya, bahkan keyakinan. Maka, sebelum terlalu dalam membaca pasal demi pasal, ada baiknya kita sesekali duduk santai dan bertanya: “hukum ini sebenarnya untuk apa?”.
Karena, tanpa jiwa filsafat, hukum bisa berubah jadi aturan kaku yang hanya mengatur, tapi lupa untuk menyejahterakan.