Hukum Perikatan
Kalau dalam kehidupan sehari-hari kita sering berjanji—entah janji mau traktir teman makan, janji bayar utang, atau janji kirim tugas tepat waktu—maka dalam dunia hukum, janji-janji semacam itu diatur secara lebih serius. Di situlah lahir yang disebut Hukum Perikatan.
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih di mana satu pihak berkewajiban melakukan sesuatu, dan pihak lain berhak menuntut pelaksanaannya. Jadi, perikatan itu semacam “ikat janji resmi” yang punya konsekuensi hukum.
Contohnya sederhana:
Jadi, perikatan bisa muncul dari perjanjian (janji antar manusia) maupun dari undang-undang (aturan negara).
Bayangkan dunia tanpa aturan soal utang-piutang atau jual beli. Pasti akan kacau: orang bisa seenaknya berjanji lalu mengingkari, dan pihak lain tidak bisa menuntut apa-apa. Nah, perikatan hadir untuk memberi kepastian hukum.
Dengan perikatan, jelas siapa yang wajib melakukan sesuatu (debitor) dan siapa yang berhak menuntutnya (kreditor).
Supaya lebih mudah, perikatan bisa dibagi dalam beberapa jenis:
Hukum perikatan sebenarnya adalah “denyut nadi” dari hukum perdata. Hampir semua aktivitas kita sehari-hari—dari transaksi jual beli, sewa rumah, pinjam uang, sampai bikin kontrak kerja—selalu melibatkan perikatan.
Maka, mempelajari hukum perikatan itu sama saja dengan belajar memahami bagaimana manusia saling berhubungan secara resmi di bawah payung hukum.